Bagi anda yang sering pergi liburan ke Singkawang atau sebaliknya berkunjung ke Kota Pontianak tentunya tidak asing lagi dengan nama daerah Peniraman. Peniraman adalah nama sebuah desa di Kecamatan Sui Pinyuh, Kabupaten Mempawah. Keberadaan Desa Peniraman sangat strategis, karena di lalui jalan raya utama dan merupakan salah satu desa penghubung antara Pontianak dan Mempawah. Jadi, untuk berkunjung kesini bisa menggunakan segala jenis kendaraan, mulai dari kendaraan dengan roda yang banyak hingga kendaraan dengan roda satu. Emang kendaraan ada yang beroda satu ?
Terletak
didaerah pesisir
sekaligus memiliki perbukitan memberikan kesan tersendiri bagi daerah
ini. Tidak hanya satu dua bukit saja, melainkan ada banyak bukit. Saya
pun juga lupa menghitung berapa sebenarnya jumlah bukit yang ada disini.
Hehehe. Yang pastinya keberadaan bukit ini menjadi daya tarik untuk
berkunjung dan menikmati keindahan alamnya. Tapi sayang, tidak semua
bukit disini masih terjaga keasriannya. Sebagian sudah dikeruk untuk
diambil tanah dan batunya kemudian dibawa ke kota untuk membangun
infrastruktur.
Mandaki
sekaligus bermalam di bukit Peniraman
adalah hal yang masih jarang dilakukan, baik dari masyarakat luar maupun
masyarakat Peniraman sendiri. Hal inilah yang menjadi tantangan buat
kami untuk
mengeksplor dan mengetahui keadaan di puncak bukit Peniraman. Banyaknya
bukit yang berada di Peniraman mengharuskan kami untuk memilih salah
satunya. Masing-masing bukit tentunya memiliki ciri khas tersendiri
untuk dikunjungi. Ada bukit yang memiliki ikon berupa peninggalan rumah
Belanda, ada bukit yang memiliki ikon berupa batu berdiri dan ada bukit
yang meiliki ikon dengan lokasinya yang langsung menghadap kelaut lepas.
Akhirnya
kami memutuskan untuk memilih bukit dengan ikon batu berdiri. Jika
dilihat dari
jauh bukit ini memang tidak terlalu tinggi untuk didaki. Namun untuk
sampai
keatas ternyata juga mesti memiliki tenaga yang ekstra dan berhati hati.
Hal
ini dikarenakan keadaan lereng bukit yang terlalu curam dan masih
banyaknya
semak belukar yang tumbuh liar. Walaupun untuk mendaki sangat
melelahkan, namun kesegaran udara dan bau khas dari pohon perbukitan
memberikan semangat kepada kami untuk sampai kepuncaknya. Sesekali,
batuan dari pijakan teman diatas berjatuhan dan mengharuskan kami untuk
waspada akan terjadinya hal yang tidak diinginkan. Tidak hanya itu,
keadaan bukit yang lembab juga membuat jalan pendakian terasa licin.
Sungguh, hal seperti ini mengingatkan kami terhadap film 5 CM. Hehehe
lebay.
Akhirnya
sampai juga kami di puncak bukit dengan waktu tempuh kurang lebih 1
jam. Dan Betapa terkejutnya kami ketika mengetahui ada jalan yang lebih
mudah untuk menuju kesini. Jalan tersebut tidak bersemak, tidak terlalu
curam dan pastinya jalan inilah yang selalu dilalui orang untuk kepuncak
sini. Ah sudahlah. Jadikan saja hal yang kami lakukan tadi untuk
berlatih mendaki sekaligus berolahraga mengeluarkan keringat.
Walaupun
sudah berada di puncak bukit, penglihatan kami belum leluasa untuk
melihat pemandangan disekitar bukit. Hal ini dikarenakan banyaknya pohon
karet dan lainnya yang menjulang tinggi. Kami pun menjelajah lagi untuk
mencari tempat yang pas mendirikan tenda dan tentunya dengan
pemandangan yang menarik. Setelah kesana-sini akhirnya ditemukan juga
tuh lokasi yang diinginkan. Seketika rasa letih mulai menghilang dengan
pemandangan hamparan sawah yang menghijau, barisan pohon kelapa dan
bentangan laut yang luas. Rimbunnya pepohonan diatas bukit dan hembusan
angin sepoi-sepoi juga menjadikan suasana semakin terasa santai. Dari
atas bukit ini, telihat alat berat berat yang mengeruk tanah disebuah
bukit. Sesekali terdengar ledakan yang cukup kuat dari proses peruntuhan
tanah dibukit seberang.
Karena
disini kami akan bermalam, tanpa membuang-buang waktu kami pun langsung
mendirikan tenda. Tapi jangan pikir tenda yang kami dirikan adalah
tenda yang langsung jadi seperti yang digunakan orang lain pada umumnya.
Tenda kami hanya sederhana yaitu bermodalkan dari spanduk-spanduk yang
tidak dipakai. Walaupun begitu, tenda yang kami buat juga tidak kalah
menariknya dengan tenda yang lainnya. Tidak hanya sibuk mendirikan
tenda,sebagian kawan-kawan juga ada yang sibuk membuat ayunan dari
jaring sebagi tempat bersantai dan sebagiannya lagi pada mengumpulkan
kayu bakar. Kaya gini nih yang kami pertahankan, semangat gotong royong
yang masih tinggi.
Akhirnya
semua sudah terselesaikan. Saatnya untuk bersantai-santai sekaligus
menunggu waktu senja tiba. Tapi rasanya ada sesuatu yang terasa kurang.
Ternyata benda pusaka yang kami bawa hampir saja terlupakan. Selain
hanya sekedar mendaki, kami juga mempunyai misi untuk mengibarkan
bendera pusaka merah putih di bukit ini. Rasa kagum dan kecintaan kami
terhadap keindahan negeri ini semakin membara ketika sang merah putih di
kibarkan. Dan mungkin saja kami adalah orang yang pertama kali
mengibarkannya diatas puncak bukit ini.
Matahari
yang berada diufuk barat mulai tenggelam dibalik luasnya lautan. Suara
jangkrik dan binatang malampun mulai bersuara seakan senang akan
kehadiran malam. Suara adzan pun masih kedengaran sampai disini dan
membangkitkan kami dari tempat duduk untuk melaksanakan kewajiban. Untuk
bersuci, kami diajarkan seorang teman dengan cara tayammum. Yaitu
bersuci tanpa menggunakan air. Disini kami sadari, ternyata banyak
pelajaran yang kami peroleh dari perjalanan ini. Keindahan malam dari
atas bukit ini
juga tidak kalah menarik seperti disiang hari. Dari atas bukit ini
terlihat sinar lampu dari rumah warga yang kelihatan seperti gugusan
bintang.
Selain itu, lalu lalang transportasi dijalan raya juga memberikan daya
tarik
tersendiri.
Api
unggun yang telah dihidupkan sekaligus sebagai tempat membakar ayam
menjadikan malam dipuncak bukit ini terasa lebih hangat. Adanya api
unggun tidak hanya sekedar memberikan kehangatan, tetapi juga memberikan
penerangan, mengusir nyamuk dan binatang yang berbahaya lainnya serta
membangkitkan suasana kebersamaan. Tapi ingat, mendirikan api unggun
harus di tempat yang lapang dan jauh dari pepohonan. Untuk mengisi waktu
bersama tersebut, nyanyi bersama adalah pilihan tepat. Disini kami
menyanyikan berbagai lagu, mulai dari lagu pop hingga lagu dangdut.
Menginap
di alam bebas ternyata memang sangat menyerukan. Selain bisa bangun
lebih awal tetapi juga udara pagi di alam bebas terasa lebih segar.
Tidak hanya itu, suara burung yang berkicau di pagi hari akan membuat
pikiran anda lebih terasa santai. Sebelum lekas pulang, kami
menyempatkan diri lagi untuk bersantai sambil menikmati pemandangan
dengan hangatnya segelas kopi. Dipagi hari, terlihat kesibukan para
petani mengurus ladang yang sedang digarapnya.
Hari
sudah semakin siang. Saatnya untuk membereskan lokasi penginapan. Hal
yang harus diperhatikan ketika pulang adalah memastikan bahwa sisa dari
api unggun benar-benar padam. Selain itu, jangan pernah mengambil
sesuatu apa pun dan jangan pernah meninggalkan sampah. Terkecuali
mengambil gambar dan meninggalkan jejak.
EmoticonEmoticon