Pada zaman dahulu kala. Di sebuah kerajaan Bangkule Rajakng, negeri Mempawah Tua, bertahtalah seorang raja yang bernama Patih Nyabakng yang diberi gelar oleh rakyatnya sebagai Raja Kudong. Raja Kudong ini memiliki cacat fisik yaitu jari tangan yang tidak sempurna bentuknya. Oleh sebab itu pulalah, dia digelari sebagai Raja Kudong. Namun dia juga memiliki kesaktian mandraguna.
Meskipun cacat, Raja Kudong sangat terampil menebar jala di air, guna menangkap ikan dan udang yang merupakan kegemarannya sehari-hari. Sebagai raja yang berkuasa di negerinya, dia pun telah berusaha sekuat tenaga untuk mengobati cacat fisiknya itu. Tetapi hingga kini belum juga bisa disembuhkan. Pada suatu ketika, dalam suasana hati yang diliputi kekesalan dan hampir berputus asa, dia pun bersumpah pada dirinya sendiri dan juga kepada seluruh rakyatnya.
"Siapapun orang yang dapat menyembuhkan cacat fisikku ini, bila dia seorang laki-laki, akan aku angkat sebagai saudara kandungku. Dan apabila dia seorang perempuan, akan aku jadikan dia sebagai istriku. Walaupun aku telah mempunyai seorang istri yang bernama Barkelim dan seorang anak laki-laki." Ikrarnya.
***
Pada suatu hari, dengan diiringi beberapa pengawalnya, Raja Kudong pun pergi ke sungai Mempawah untuk menjala ikan dan udang. Tetapi tidak seperti biasanya, sudah menjelang siang tak seekor ikan dan udang pun yang didapatnya. Hingga dia dan rombongan berjalan jauh dan tiba di Lubuk Sauh.
Setiba Raja Kudong disana, dia pun segera menebarkan jalanya seperti biasa. Namun, ketika hendak menarik jala yang sudah ditebar tersebut, jala itu terasa berat. Terbit rasa penasaran di hati Baginda.
"Ini tentulah ikan yang sangat besar." Kata Raja Kudong penuh keyakinan kepada para pengawal yang selalu setia menemaninya.
Ditarik-tariknya jala itu, tetapi tidak berhasil terangkat juga. Usaha para pengawal yang ikut membantu menarik pun mengalami kegagalan.
"Mengapa jalaku tersangkut begitu kuat disana? Seolah-olah ada yang menariknya dari dalam dasar sungai." Pikir Raja Kudong heran.
"Biar aku menyelam saja, untuk mengetahui apa yang terjadi dengan jalaku didalam sana." Kata Raja Kudong kepada para pengawalnya.
Para pengawal pun mengangguk, menyetujui penuh keinginan Sang Raja. Akhirnya, Raja pun menyelam ke dasar sungai Lubuk Sauh. Namun, karena menunggu terlalu lama para pengawal pun mengambil keputusan. Karena hingga hari sudah hampir menjelang malam, Sang Raja pun belum muncul juga dipermukaan air, maka para pengawal pun memutuskan untuk kembali keistana.
Tahukah kalian, apa yang terjadi dengan Raja Kudong didalam sungai sana? Ternyata disaat Raja Kudong sudah berada di dasar sungai, dia menemukan hal yang tak pernah dibayangkannya selama ini. Betapa terkejutnya beliau ketika melihat siapa yang ada dihadapannya. Ternyata, penyebab tersangkut jalanya, karena dipegang oleh seorang putri yang berparas cantik jelita.
"Selamat datang di kerajaan kami, paduka yang mulia Raja Kudong." Kata Sang Putri sambil menjura, memberi hormat.
"Siapakah Tuan Putri ini sebenarnya? Dan mengapa Tuan Putri berada di dasar sungai Lubuk Sauh ini?" Tanya paduka Raja Kudong dengan penuh rasa hormat. Hatinya juga diliputi rasa heran.
"Saya bernama Banyu Mustari, Paduka. Saya adalah penguasa sungai ini." Jawab Sang Putri sambil tersenyum dengan hormat.
Raja Kudong hanya diam, masih tak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya.
"Mari paduka yang mulia Raja Kudong, ikut saya ke istana." Ajak Putri Banyu Mustari sambil melangkah.
Raja Kudong pun tak punya pilihan lain. Dia kemudian mengikuti langkah Putri Banyu Mustari menuju ke istana bawah sungai yang begitu indah dan megah. Istana Putri Banyu Mustari berada didalam gua yang luas. Dinding-dindingnya dihiasi batu alam yang berwarna-warni dan berkilauan. Gemericik air yang keluar dari celah-celah bebatuan kian menambah kesejukan suasana di istana. Dan singgasana Sang Putri Banyu Mustari pun terlihat kokoh dan anggun, serta mempesona.
"Silahkan duduk Paduka Yang Mulia." Ujar Putri Banyu Mustari, mempersilakan Raja Kudong. Dia sendiri langsung duduk di singgasananya.
"Maaf Putri. Mengapa Putri Banyu Mustari menahan jalaku? Apa maksud Putri Banyu Mustari sebenarnya?" Tanya Paduka Raja Kudong. Tampaknya ia sudah tidak sabar ingin segera mengetahui alasan Putri Banyu Mustari menahan jalanya.
"Maksud saya menahan jala itu, tak lain hanya karena ingin menolong kesulitan yang baginda alami." Jelas Sang Putri.
"Maksud Putri?" Tanya Raja dengan penuh rasa heran.
"Saya sudah tahu semua masalah yang selama ini membebani pikiran dan perasaan Baginda. Dan saya juga sudah mendengar sumpah yang Baginda ucapkan diatas sana." Lanjut Putri Banyu Mustari.
"Jadi Tuan Putri bisa menyembuhkan tanganku?" Tanya Raja Kudong penuh harap. Wajahnya berbinar cerah.
"Dengan bantuan Yang Kuasa, mudah-mudahan saya bisa menyempurnakan jari-jari paduka yang kudong itu. Tetapi ada syaratnya! Paduka harus mengawini saya, sesuai dengan sumpah yang telah paduka ucapkan." Urai Putri Banyu Mustari, lembut tapi tegas.
"Aku tidak akan mengingkari janjiku sendiri. Jika jari-jari tanganku yang kodung ini dapat disembuhkan nanti, aku pasti akan menepati ikrarku." Raja Kudong meyakinkan Putri Banyu Mustari.
Dan anugerah itu pun terjadi pada Raja Kudong. Setelah diobati oleh Putri Banyu Mustari. Singkat cerita, dengan izin Yang Maha Kuasa, maka tangan Raja Kudong pun dapat sembuh dan menjadi utuh kembali. Dan sesuai dengan janjinya, Raja Kudong pun mengawini Putri Banyu Mustari. Dari hasil perkawinan tersebut, mereka dikaruniai beberapa orang anak, salah satu diantaranya diberi nama Kartamina dan mereka hidup sejahtera dan bahagia di istana dasar sungai.
***
Setelah beberapa tahun berlalu, timbul rasa kerinduan Raja Kudong kepada keluarga dan rakyat di negerinya. Dia bermaksud kembali ke kerajaannya di Bangkule Rajakng dan memerintah kerajaan seperti dulu. Pada suatu kesempatan, ketika mereka sedang bersantai di taman istana, diutarakanlah keinginannya itu kepada sang istrinya Putri Banyu Mustari.
"Istriku! Ada suatu hal yang selama ini masih mengganjal diperasaanku yang hendak aku sampaikan kepadamu." Kata Raja Kudong.
"Tentang masalah apa, Baginda?" Tanya Putri Banyu Mustari dengan perasaan ingin tahu.
"Istriku, Putri Banyu Mustari. Sudah lama aku berada di kerajaan ini. Selama ini pula aku merasa bahagia dan tak kurang suatu apapun. Engkau dan anak-anak merupakan bagian dari hidupku." Kata Baginda Raja menghibur istrinya.
"Akan tetapi, dalam beberapa hari ini aku sangat merasa rindu pada negeriku sendiri. Semakin aku tahan rasa rinduku, semakin kuat pula rasa rindu itu menarikku untuk kembali pada kerajaan ku." Urai Raja Kudong panjang lebar.
"Jadi, Baginda akan meninggalkan saya dan anak-anak kita?" Tanya Putri Banyu Mustari dengan perasaan sedih. Air mata sudah membasahi wajahnya.
"Sebenarnya, berat bagiku meninggalkanmu dan anak-anak kita." Kata Baginda Raja sambil merangkul istrinya dengan penuh kasih sayang.
"Tapi kewajibanku sebagai seorang raja menuntut aku untuk pulang. Rakyat yang sudah lama kutinggalkan tentulah mengharapkanku kembali. Dan engkau bersama anak-anak kita akan aku bawa turut serta." Jelas Raja Kudong lagi.
Lama mereka terdiam dengan pikiran dan perasaan masing-masing. Akhirnya Putri Banyu Mustari pun angkat bicara.
"Maafkan saya, Baginda. Saya dan anak-anak tidak dapat mengikuti Baginda ke kerajaan Bangkule Rajakng di darat sana." Lirih Putri Banyu Mustari.
"Mengapa engkau dan anak-anak tidak bisa ikut denganku ke kerajaan Bangkule? Tanya Baginda Raja Kudong keheranan.
"Saya tidak bisa tinggal di kerajaan daratan, Paduka. Karena disana bukanlah dunia saya. Harap Baginda dapat mengerti." Mohon Putri Banyu Mustari sambil menahan isak tangisnya yang mau keluar.
Melihat kebesaran hati sang isteri dan betapa murungnya wajah cantik itu, Baginda pun tak dapat menahan harunya. Didekapnya tubuh sang isteri erat-erat, seakan tak hendak dilepaskannya.
"Sebenarnya, aku sangat menginginkan kalian ikut bersamaku. Tetapi, kalau memang sudah begitu keadaan dan keputusan Putri, aku akan tetap menghargai dan menghormatinya." Ujar Raja Kudong dengan wajah sedih.
"Tapi masih ada satu hal lagi yang perlu baginda ketahui. Begitu Baginda kembali kedaratan, maka selamanya Baginda tak dapat melihat saya dan anak-anak, serta tidak dapat kembali lagi ke dunia alam gaib ini." Kata Sang Putri lirih.
"Bagaimana kalau nanti aku merindukanmu dan anak-anak kita? Tidak dapatkah kita bertemu kembali walau hanya sekejap?" Tanya Baginda dengan nada cemas dan wajah memohon.
"Jika muncul kerinduan Baginda kepada saya dan anak-anak, maka buanglah sebutir telur ayam kampung yang masih mentah, sebatang paku, sebutir buah keminting atau kemiri, seulas sirih sileke, sejemput berteh padi dan beras kuning yang sudah dilumuri minyak bauh. Lalu, buanglah semua benda itu kedalam air sungai Mempawah." Pesan Putri Banyu Mustari pada Sang Raja.
Akhirnya dengan seizin istri dan anak-anaknya, berangkatlah Raja Kodung kembali ke negeri Mempawah Tua diatas sana. Ketika mereka akan berpisah, berpesanlah Banyu Mustari kepada Raja Kudong.
"Jika nanti muncul di perhuluan sungai Mempawah buaya-buaya yang berwarna kuning, hendaklah keturunan Baginda Raja tidak mengganggunya. Sebab, sesungguhnya buaya-buaya kuning tersebut adalah keturunan dari perkawinan Baginda dengan saya." Pesan Banyu Mustari.
"Aku akan selalu mengingat pesanmu itu, istriku." Kata Raja Kudong sambil memegang tangan Banyu Mustari dengan lembut.
Sebelum berpisah, dipeluknya dengan erat anak-anak dan istrinya. Beliau juga berpesan, agar sepeninggalnya nanti mereka bisa menjaga diri dengan baik.
***
Singkat cerita, dengan kesaktian yang dimilikinya, sampailah Raja Kudong ke negerinya yang disambut oleh seluruh warga istana dan rakyatnya dengan penuh suka cita. Selain itu, terbesit rasa heran di hati mereka, atas kembalinya Raja Kudong di alam nyata setelah sekian lama menghilang. Dan mulai saat itu Raja Kudong kembali memimpin kerajaannya.
Setelah beberapa bulan kembali kedaratan, maka timbullah rasa rindu Raja Kudong kepada istri dan anak-anaknya di kerajaan dasar sungai. Kemudian Raja Kudong memerintahkan kepada para pelayan istana untuk segera menyiapkan alat-alat yang telah dipesankan oleh isterinya. Putri Banyu Mustari, sebagai media ritual yang akan mempertemukan mereka nantinya di sungai. Sebutir telur ayam kampung yang masih mentah, sebatang paku, sebutir buah keminting atau kemiri, seulas sirih seleke, sejemput berteh padi dan juga beras kuning yang sudah dilumuri minyak bauh. Setelah semuanya siap, maka dibawalah alat-alat itu kesungai Mempawah untuk dibuang seluruhnya disana.
Setelah semua persyaratannya dibuang dengan cara perlahan dan penuh kesopanan oleh Raja Kudong ke air Sungai Mempawah, tak lama kemudian muncullah kepermukaan sungai beberapa ekor buaya yang berwarna kuning. Buaya-buaya itu mendekati Raja, seolah menaruh rasa rindu yang sama pada paduka. Maka untuk beberapa waktu, terobatilah perasaan rindu Sang Raja kepada isteri dan anak-anaknya.
Dan mulai saat itu, Raja Kodung lantas mengeluarkan sebuah titah, agar seluruh keturunannya tidak mengganggu semua buaya kuning yang terdapat atau muncul dipermukaan sungai Mempawah. Acara pemanggilan itu sendiri kemudian dikenal dengan acara adat buang-buang yang sampai sekarang masih dilestarikan dan terus dilaksanakan oleh sebagian rakyat Mempawah.
Dalam cerita Raja Kudong ini ada beberapa pesan moral yang bisa kita petik. Cerita ini mengajarkan pada kita untuk senantiasa menghargai keputusan orang lain dan juga menepati janji yang telah terucap. Selain itu, percaya atau tidak, cerita ini merupakan sebuah kenyataan, bahwa Raja Kudong memang sempat hidup dalam dua alam. Yaitu alam nyata di bumi di kerajaan Bangkule Rajakng dan hidup pula di alam gaib, di kerajaan Putri Banyu Mustari di dasar Lubuk Sauh sungai Mempawah.
Cerita rakyat buaya kuning ini, bagi sebagian rakyat Mempawah adalah cerita rakyat yang benar-benar ada dan memang pernah terjadi.
Sumber:
Rap, Lonyenk. (Ed.). 2013. Buaya Kuning. Jakarta Timur: Prameswari.
Baca Juga:
Galaherang - Cerita Rakyat Kabupaten Mempawah
Panglima Sejati - Cerita Rakyat Kabupaten Mempawah
Dara Itam - Cerita Rakyat Kabupaten Mempawah
Keris Ajaib - Cerita Rakyat Kabupaten Mempawah
EmoticonEmoticon