Sumber Gambar: Kaskus.co.id |
Sudah menjadi kegiatan rutin sehari-hari, yaitu mendatangi setiap rumah yang ingin mendaftar les privat. Sebelumnya perkenalkan dulu. Selain sebagai mahasiswa, sehari-hari saya juga berkerja di sebuah penyedia jasa les privat terbesar yang ada di Kota Pontianak. Di tempat tersebut saya berkerja sebagai penarik iuran sekaligus juga mengurusi bagian pendaftaran. Karena sering kesana-sinilah, saya hapal setiap jalan yang ada di Kota Pontianak. Dari hasil kerja tersebut, saya bisa membayar biaya kuliah dan kebutuhan sehari-harinya.
Pada hari kemarin, saya mendatangi sebuah rumah yang berada di deretan jalan Bukit Barisan, Kota Pontianak. Singkat cerita, pemilik rumah yang berencana akan untuk mendaftarkan anaknya mempersilahkan saya masuk dan dusuk diatas kursi. Seperti biasanya, saya selalu menjelaskan mengenai sistem les privat dimana tempat saya berkerja ini. Karena ibunya menggunakan bahasa Indonesia, pastinya saya juga harus menyesuaikan, menggunakan bahasa indonesia. Semuanya tergantung keadaan. Jika pemilik rumah menggunakan bahasa Melayu, pastinya saya juga menggunakan bahasa Melayu. Semuanya dilakukan agar komunikasi bisa lebih efektif dan apa yang ingin diberitahukan bisa tersampaikan dengan baik.
Setelah menjelaskan dengan panjang lebar dan diselingi tanya jawab, tiba-tiba ibu tersebut bertanya sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan les privat.
"Kamu orang Bugis atau Makassar ya?" Tanya ibu disela-sela ketika saya berhenti menjelaskan.
Saya heran, kenapa ibu ini bisa tahu kalau saya ini merupakan keturunan bugis. Padahal keseharian saya sudah seperti melayu. Dari kecil juga menggunakan bahasa Melayu walaupun hidup dilingkungan mayoritas Bugis.
"Iya Buk. Saya orang Bugis." Jawab saya kepada ibu dengan tersenyum, meskipun di benak saya masih bertanya-tanya kenapa ibu ini bisa tahu kalau saya merupakan orang Bugis.
"Betulkan". Timpal ibu tersebut. "Saya bisa tau loh identitas setiap orang yang saya temui." Ibu tersebut melanjutkan pembicaraanya sambil tersenyum.
Mantap juga ibu ini. Bisa mengetahui identitas setiap orang yang dia temui. Dan saat itu juga saya semakin penasaran, dari mana ibu ini bisa tau? Apa dari wajah saya? Ah, mana mungkin kalau hanya dari wajah. Karena wajah Bugis dan Melayu Kalbar itu sulit di bedakan, bagai pinang dibelah dua.
Karena rasa penasaran saya semakin besar, saya pun memutuskan untuk bertanya langsung. "Kenapa ibu bisa tahu kalau saya ini orang Bugis atau Makassar? Ibu paranormal ya?" Tanya saya dengan sedikit tertawa.
"Dari logat kamu berbicara. Jadi, saya bisa tahu identitas setiap orang yang saya jumpai melalui pembicaraannya. Entah itu Bugis, Melayu, Batak, Jawa, Dayak dan yang lainnya ." Ibu tersebut menjelaskan.
Saya masih penasaran, masa iya hanya dari pembicaraan saya saja, dia sudah bisa tahu identitas saya. Bukankah logat saya lebih melayu dan bahkan di keluarga pun saya sering menggunakan bahasa melayu ketimbang bahasa Bugis. Adapun orang Bugis di Kalbar jika berbahasa Bugis logatnya tidak lagi seperti yang ada di Sulawesi selatan, melainkan logatnya sudah seperti Melayu. Bahkan teman-teman kuliahku pun tidak tahu jika aku keturunan Bugis.
Karena masih penasaran, saya bertanya lagi. "Saya masih penasaran Buk. Padahal dalam sehari-hari saya menggunakan bahasa Melayu dan logat bicara saya pun seperti Melayu yang lainnya. Bahkan walaupun keluarga saya orang Bugis, tapi logat bicaranya juga seperti orang Melayu pada umumnya yang ada di Kota Pontianak."
"Tentu ada sedikit perbedaan yang tentunya tidak semua orang bisa mengetahuinya." Jawab ibu tersebut sambil tertawa.
Pembicaraan tidak hanya sampai disitu. Ibunya juga bertanya dimana tempat tinggalku dan sudah berapa lama sudah berada di Kalbar. Saya jawab kalau saya lahirnya disini dan bahkan orang tua juga lahir disini. Dari pembicaraan tersebut juga, saya tahu kalau ibu sebenarnya bukan berdomisili di Pontianak, melainkan di Sanggau. Datang ke Pontianak hanya sekedar untuk mengantar anak yang akan melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Sesekali ruangan juga dipenuhi suara tawa yang membuat pembicaraan kami lebih terasa santai.
Sebelum pamit pulang, suami ibu tersebut juga sempat menantang saya untuk menebak identitas dirinya.
"Kalau menurut kamu, kira-kira saya ini orang apa?" Tanya Bapak tersebut.
"Orang campuran Pak." Jawab saya. Benar atau salahnya yang penting sudah menjawab.
"Campuran apa?" Bapak tersebut kembali bertanya sambil tertawa.
Sambil tertawa saya juga menjawab "Tidak tahu juga Pak. Tapi kemungkinan ada campuran Melayunya."
Bapak tersebut kembali tertawa terbahak-bahak. "Sebenarnya saya ini campuran Jawa dan Batak. Bapak saya orang Batak dan ibu saya orang Jawa. Makanya dibelakang nama anak saya juga diikuti dengan kata Harahap." Jelas Bapak tersebut.
Setelah berbicara panjang lebar dan formulir pendaftaran les privat telah diisi, saya pun pamit izin pulang. Karena ada beberapa tempat lagi yang harus saya datangi malam ini juga.
EmoticonEmoticon