Telah tersiar kabar di kalangan rakyat
Senggaok bahwa raja mereka, Penembahan Senggaok akan melangsungkan
perkawinan dengan putri yang cantik jelita dari Kerajaan Pagaruyung yang
bernama Putri Cermin. Rakyat pun menyambut berita itu dengan suka cita.
Hari perkawinan pun telah ditetapkan. Panembahan Senggaok segera
memerintahkan kepada para kerabat istana dan para pengawal untuk
mempersiapkan acara perkawinannya dengan semeriah-meriahnya.
Sejak
itu, mulailah tampak kesibukkan para pembantu, para pengawal dan kaum
kerabat di istana Senggaok. Patung-patung dibersihkan, tirai-tirai pintu
dan jendela pun diganti. Dan disetiap sudut ruangan diberi hiasan
kembang warna-warni. Kampung-kampung disekitar istana juga dibersihkan
dan dihias.
Untuk
melengkapi keperluan perkawinan itu, maka Panembahan Senggaok menunjuk
seorang panglimanya yang gagah perkasa, yakni Datok Petinggi untuk pergi
mencari keperluan perkawinan ke Bandar Hilir Sungai Mempawah.
Maka,
dipanggillah Datok Petinggi, sang penggawa istana yang gagah perkasa
itu ke istana. Datok Petinggi pun segera masuk ke istana untuk menghadap
pada sang raja.
"Hamba datang menghadap Paduka Yang Mulia." Sembah Datok Petinggi.
"Dudukla Datok Petinggi". Balas sang Raja.
"Ada apa gerangan sehingga paduka memanggil hamba untuk menghadap Yang Mulia?" Tanya Datok Petinggi ingin tahu.
"Aku
mengundangmu kemari tidak lain untuk memerintahkanmu pergi ke Bandar
Hilir Sungai Mempawah. Guna mencari segala keperluan untuk perkawinanku
yang tinggal beberapa hari lagi. Aku tahu, jarak yang harus kau tempuh
cukup jauh. Tetapi, kamu harus kembali keistana dalam waktu sehari
semalam." Perintah Raja kepada Datok Petinggi dengan penuh wibawa.
"Bagaimana Datok Petinggi?" Sanggupkah engkau menerima tugas ini?" Tanya Sang Raja minta keputusan.
"Daulat
Tuanku, Hamba adalah abdi Tuanku dan hamba akan menjunjung tinggi titah
Tuanku. Dan hamba berjanji dalam waktu sehari hamba sudah kembali lagi
ke istana ini. Jika hamba tidak dapat memenuhi janji itu, maka nyawa
hambalah taruhannya." Jawab Datok Petinggi sambil tersenyum penuh
keyakinan.
"Kalau begitu berangkatlah sekarang juga!" Titah Sang Raja.
"Baik Paduka. Hamba mohon diri." Kata Datok Petinggi berpamitan.
Pada
hari itu juga, berangkatlah Datok Petinggi dengan seorang juru mudi
yang handal ke Bandar Hilir Sungai Mempawah. Sudah bukan rahasia lagi
kalau kehebatan Datok Petinggi sudah termahsyur sampai di pelosok
negeri. Ia dikenal mempunyai kekuatan yang luar biasa.
Kedua
tangannya berotot, dadanya kekar. Konon kata hikayat, sekali ia
mendorong galah beliannya, yang diperkirakan berukuran sebesar batang
kelapa itu, maka perahunya akan melaju hingga dua tiga tanjung dapat
terlampau dengan kecepatan yang luar biasa. Dengan kekuatan itu pula
dalam waktu yang singkat, Datok Petinggi telah sampai ke Bandar Hilir
Sungai Mempawah.
Ketika
sampai Datok Petinggi berkata kepada juru mudinya. "Kita harus segera
mendapatkan segala keperluan Raja untuk perkawinannya. Setelah itu kita
segera kembali, karena sebelum malam tiba kita harus sampai ke istana."
Datok Petinggi megingatkan juru mudinya.
"Baik Datok Petinggi." Jawab juru mudinya dengan sigap.
Setelah
menemukan barang-barang yang diperlukan untuk pernikahan Sang Raja,
dengan secepatnya Datok Petinggi kembali ke perahu dan segera
memerintahkan juru mudinya untuk segera mudik, guna menepati janjinya
tiba diistana dalam waktu sehari saja.
Namun,
ketika hampir tiba di Senggaok, tiba-tiba cuaca berubah menjadi gelap
gulita seperti malam. Semakin lama semakin gelap. Sampai-sampai sisi
kiri dan kanan sungai tidak kelihatan lagi. Datok Petinggi mulai cemas
dan khawatir.
"Mengapa
cuaca yang tadinya terang benderang tiba-tiba berubah menjadi gulita.
Apakah ini merupakan petanda buruk?" Tanya Datok Petinggi kepada juru
mudinya.
"Juru
mudi! Jangan sampai kita terkandas ditepi sungai. Arahkan terus perahu
ketengah!" Perintah Datok Petinggi dengan suara menggelegar.
"Bagaimana
mungkin Datok Petinggi? Hamba sudah tidak dapat melihat batas sungai."
Kata juru mudi sambil berusaha mengarahkan perahunya agar tidak menabrak
ditepian sisi sungai.
"Kamu bersiap-siaplah! Karena aku akan menambah laju perahu ini dengan kekuatan yang luar biasa." Tukas Datok Petinggi.
Dengan
sigap Datok Petinggi pun menancapkan galahnya kedasar sungai. Namun
malang. Ketika akan mendorong perahunya, tiba-tiba terdengar bunyi
'krek'.
"Ah!
Galahku patah menjadi dua."Teriak Datok Petinggi dengan mata
terbelalak. Seakan dia tak percaya dengan kejadian yang baru saja
dialaminya.
Akibat
kejadian yang tak terduga itu, perahu Datok Petinggi pun hanyut ke
hilir Sungai Mempawah. Perjalanan pulang mereka menjadi tertunda
beberapa hari untuk tiba ke Senggaok. Melihat kenyataan itu, Datok
Petinggi tidak bisa menyembunyikan rasa kesal dan kekecewaannya.
***
Sementara itu, di istana Senggaok, Raja sudah gelisah menunggu kepulangan Datok Petinggi.
"Mengapa
Datok Petinggi belum juga kembali sesuai dengan waktu yang aku titahkan
padanya? Padahal dengan kekuatan dan galah yang dimilikinya, seharusnya
dia sudah sampai pada saat ini. Apakah telah terjadi sesuatu
dengannya?" Beragam pikiran dan kecemasan berkecamuk dibenak Raja.
Tiba-tiba
pengawal istana datang menghadap. Ampun Paduka Yang Mulia. Hamba dapat
berita, bahwa Datok Petinggi sudah sampai di pangkalan istana." Katanya
dengan terengah-engah.
"Suruh dia menghadapku, segera." Titah Paduka Yang Mulia.
Tak lama kemudian Datok Petinggi pun datang menghadap.
"Sembah
hamba Yang Mulia! Mohon ampun karena hamba tidak dapat memenuhi janji
hamba." Kata Datok Petinggi penuh dengan rasa kekecewaan dan juga malu.
"Ceritakanlah
apa yang sebenarnya terjadi! Sehingga perjalananmu memakan waktu
melebihi yang telah aku titahkan kepadamu yaitu sehari semalam." Pinta
Raja ingin tahu.
Datok
Petinggi pun menceritakan semua kejadian yang telah dialaminya selama
menempuh perjalanan pulang menuju ke Senggaok. Raja tampak memaklumi
kejadian itu.
"Aku rasa semuanya sudah kehendak Yang Maha Kuasa." Tutur Raja bijak.
"Paduka
Yang Mulia, sebelum berangkat ke Bandar, hamba sudah berjanji kepada
Paduka untuk dapat kembali dalam waktu sehari. Dan jika janji itu tidak
dipenuhi, maka nyawa hambalah sebagai taruhannya." Ujarnya.
"Sudahlah Datok Petinggi. Aku sudah mengampunimu." Kata Raja dengan bijaksana dan penuh wibawa.
"Menurut
hamba, tidak layak seorang Datok Petinggi untuk ingkar terhadap sumpah
dan janji yang telah diucapkannya. Bagi hamba, janji haruslah ditepati."
Datok Petinggi berkata mantap.
"Apa maksudmu wahai Datok Petinggi?" Tanya Sang Raja bingung. Beliau tak mengerti arah pembicaraan Datok Petinggi.
Rupanya
Datok Petinggi punya cara lain untuk melunasi janjinya pada Sang Raja.
Dan tanpa diduga, dengan secepat kilat, sekonyong-konyong Datok Petinggi
sudah tergeletak berlumuran darah. Ternyata, dia sudah memenuhi sumpah
dan janjinya, dengan memotong alat kelaminnya sendiri. Raja sangat
terkejut melihat aksi nekat Datok Petinggi tersebut.
Dan
tak lama berselang, Datok petinggi pun menghembuskan nafasnya yang
terakhir. Dia telah meninggal dan kemudian dikenang sebagai ksatria yang
tangguh memegang janji. Dengan wafatnya Datok Petinggi sebagai ksatri
yang tangguh memegang janji, maka Paduka Yang Mulia Panembahan Senggaok
memberinya gelar sebagai Panglima Sejati.
Sampai
sekarang, di Hulu Sungai Mempawah, masih terdapat galah belian datok
Petinggi yang sudah patah. Galah belian itu merupakan saksi bisu dan
bukti sebagai catatan sejarah. Dan daerah tersebut kemudian dianamakan
Secancang.
Sumber:
Rap, Lonyenk. (Ed.). 2013. Buaya Kuning. Jakarta Timur: Prameswari.
Baca Juga:
Buaya Kuning - Cerita Rakyat Kabupaten Mempawah
Galaherang - Cerita Rakyat Kabupaten Mempawah
Dara Itam - Cerita Rakyat Kabupaten Mempawah
Keris Ajaib - Cerita Rakyat Kabupaten Mempawah
EmoticonEmoticon