"Yok kite pegi makan durian". Ajak seorang alumni asrama yang saat itu sedang bermain keasrama. Tapi bukan untuk bermain catur, bukan bermain daun remi dan sebagainya, melainkan hanya sekedar intuk mempererat tali silaturrahmi.
Sebenarnya saya sedikit malas ingin mengiyakan ajakan tersebut. Bukannya karena saya tidak suka buah durian atau 'malu-malu kucing' ketika ditraktir, melainkan saat itu sudah diatas jam 12 malam. Saatnya untuk tidur, apalagi kantuk sudah datang melanda. Namun karena teman selalu meminta untuk ikut dan tidak akan berhenti merengek sebelum saya mengangguk, akhirnya saya bersedia untuk menemaninya. Selain itu, tidak baik juga menolak rezeki yang datang seperti 'durian runtuh'.
Tidak semua yang berkumpul saat itu ikut berburu buah durian. Yang pergi saat itu hanya saya, Nurdin (teman seperjuangan skripsi disemester akhir), Bang Sugi (yang saat itu masih menunggu hasil pengumuman CPNS dan semoga saja lolos), dan Bang Zaini (merupakan kru di PON TV sekaligus merupakan big boss untuk makan buah durian ini).
Kamipun berangkat sekitar jam 24.20 WIB. Jalan pertama yang kami susuri adalah Jalan Imam Bonjol yang tak jauh dari lokasi kami. Disini kurang lebih ada tujuh lapak durian yang kami temukan. Tapi entah kenapa tidak ada satupun yang berhasil menarik perhatian untuk disinggahi.
Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju ke Jalan Veteran. Ketika memasuki kawasan ini terlihat sekali banyak umat yang sedang melakukan transaksi jual beli. Maklum, disini merupakan lokasi Pasar Flamboyan yang merupakan pasar induk di Kota Pontianak sekaligus di Kalimantan Barat. Disini kami sempat singgah disalah satu lapak durian, meskipun pada akhirnya kami mencari tempat yang lain lagi.
Meskipun Kota Pontianak bukanlah daerah pertanian, namun ketika musim buah tiba daerah ini akan dibanjiri oleh berbagai jenis buah. Salah satu contoh adalah buah durian. Buah durian tersebut datang dari berbagai daerah yang ada di Kalbar.
Karena tempat yang kami singgahi tadi kurang berkenan dihati, akhirnya kami melanjutkan kembali pencarian (mencari buah durian yang memiliki biji emas, hehe). Kali ini kami pergi kedaerah seberang, yaitu Jalan Tanjung Raya 2. Beruntung saat itu sudah diatas jam 12 malam, jadi jalan terasa cukup lengang. Mudah dan bebas untuk kemana-mana.
Untuk kesana kami harus menyeberangi jembatan tol kapuas 1 yang menghubungkan Pontianak Kota dan Pontianak Timur. Jembatan ini merupakan jembatan kebanggaan masyarakat Pontianak, karena diatas sinilah kita bisa melihat betapa eloknya lekukan Sungai Kapuas. Ditambah lagi banyaknya cahaya lampu dan aktivitas masyarakat yang menjadikan pemandangan disini sangat menarik.
Baru saja memasuki Jalan Tanjung Raya 2, kami sudah disambut dengan pemandangan lapak buah durian. Disini terlihat banyak pedagang buah durian yang menghamparkan dagangannya dipinggiran jalan. Jarak antara pedagang yang satu ke pedagang yang lainnya pun tidak berjauhan, mereka saling berdekatan tanpa merasa khawatir akan kehilangan pelanggan.
Satu persatu lapak durian tersebut kami lewati. Meskipun saat itu sudah sangat malam, namun tak sedikitpun rasa kantuk terlukis diwajah pedagang tersebut. Malahan diwajahnya terlontarkan senyuman sekaligus harapan bahwa kedatangan kami membawakan rezeki untuk mereka.
Saya yakin betul, sebenarnya mereka terasa sangat lelah dan mengantuk. Namun dikarenakan demi tungku dapur yang harus selalu mengepul, mereka rela melakukan ini dengan senang hati. Saya berdoa semoga saja penghasilan yang didapatkan dari 'pejuang malam' ini bisa besar. Maklum saja, yang namanya pedagang itu bisa saja untung dan bisa saja rugi. Apalagi yang diperdagangkan adalah buah, sebuah produk yang cepat rusak.
Kami pun berhenti disalah satu lapak yang dibelakangnya berdiri kokoh bangunan ruko. Sisi kiri tempat tersebut terdapat sebuah kios yang memang digunakan untuk menjual buah. Beberapa orang terlihat sedang memilih, dan beberapa orang juga terlihat sedang menikmati buah durian.
"Ayok dek dipilih buahnye". Pedagang duriannya mempersilahkan kami
Dilapak sini ada beberapa tumpukan buah durian. Durian tersebut ditumpuk sesuai ukurannya masing-masing. Setiap tumpukan sudah diberi tulisan harga masing-masing. Untuk ukuran yang paling kecil harga yang dikenakan Rp. 5.000 perbuah. Selain ditumpuk, ada juga durian yang digantung. Untuk harga durian yang dogantung pastinya lebih mahal dibandingkan dengan yang ada dibawah. Yaitu dimulai dari Rp. 25.000 sampai 35.000 untuk perbuahnya.
Tanpa dipersilahkan lagi, kami sudah langsung memilih ditumpukan yang harganya paling rendah. Sebenarnya big boss sempat menyarankan untuk ketumpukan sebelah saja yang memiliki ukuran lebih besar. Namun dikarenakan karakter jiwa kami yang sudah murahan, eh maksudnya suka yang barang murah meriah, akhirnya kami memutuskan untuk membeli yang harga segitu saja.
Sambil memilih, kamipun sempat berbincang dengan penjual duriannya. Salah satu hal yang dibicarakan adalah mengenai asal durian ini. Dari situlah kami tahu ternyata durian tersebut didatangkan dari Sekadau, yang jaraknya kurang lebih 183 Km dari Kota Pontianak.
Pedagang buahnya juga berbaik hati, Ia membantu kami untuk memilih buah durian yang isinya bagus. Berbeda dengan malam sebelumnya (lapaknya beda), dimana kami hanya dibiarkan begitu saja untuk memilih buah durian (padahal yang beli hanya kami saja). Belum lagi kami harus membuka sendiri, menggunakan pisau iris bawang yang ketika ditusukkan malah menimbulkan rasa takut. Ia, takutnya jika pisaunya patah malah kami yang harus disuruh ganti.
"Wah, ini ada kepala botak didalamnye dek". Kata pedagangnya ketika saya menunjukkan sebuah durian.
"Maksudnye tuyul bang?" Tanya saya dengan polos. Dalam hati saya bergumam, seru juga bisa melihat tuyul didalam buah durian. Apalagi jika dibawa pulang, bisa disuruh untuk mencari uang yang banyak. Hehe.
Mendengar pertanyaan saya tersebut, penjual duriannya langsung tertawa. Ia lantas menunjukkan sebuah lubang dikulit durian yang tidak saya perhatikan sebelumnya. Dan kepala botak yang dimaksud adalah ulat yang berada didalamnya. Ulat tersebut memiliki tubuh yang cukup besar dengan kepala berwarna kecoklatan.
Untuk pertama, kami hanya mencoba lima buah durian dulu. Setelah dibuka oleh pedagangnya, kami pun membawa buah tersebut didekat sebuah ruko dengan cahaya lampu yang remang-remang. Layaknya anak kecil, kami pun berjongkok dan mengelilingi buah durian tersebut.
Tanpa menunggu lama, kami pun mulai mencicipi buah yang aduhai tersebut. Aromanya yang harum dan rasanya yang manis legit membuat penggemarnya akan selalu ketagihan. Tapi saya heran, kenapa masih saja ada orang yang membencinya. Apakah karena harganya yang murah dan boleh dibuka oleh siapa saja sehingga mereka memandangnya sebelah mata? Ah sudahlah, namanya juga kehidupan. Selalu ada dua sisi. Yang pastinya, berburu si manis saat tengah malam sungguh sangat menyerukan.
Merasa kurang puas dengan yang tadi, kami pun akhirnya menambah lagi. Malahan kali ini kami diberi gratis 1 oleh pedagangnya. Sungguh baiknya engkau nak, semoga Allah melipah rezeki padamu dan kami semua.
Durian yang kami rasa tak semuanya terasa manis. Kadang-kadang ada yang rasanya sedikit pahit. Tapi itu bukan karena menggunakan pemanis buatan, melainkan jenis duriannya yang beda. Hehe.
Hal yang saya suka dengan durian yang berukuran kecil adalah karena sering menemukan kucing tidur (tadi tuyul, sekarang kucing tidur). Namun bukan bearti kucing benaran, melainkan adalah dimana pada sisi durian tersebut hanya terdapat satu biji durian. Karena bentuknya seperti kucing yang sedang tidur makanya dinamakan demikian. Kucing tidur ini selalu menjadi rebutan, selain ukurannya yang lebih besar juga ada rasa kebanggan tersendiri.
Karena masih kurang puas, big boss kami pun menambah lagi sebanyak lima buah. Dan lagi-lagi kami diberi gratis 1 oleh pedagangnya. Jadi total durian yang dibuka saat itu berjumlah 17 buah. Saat itulah kami baru menyadari, ternyata kami hanyalah nafsu semata. Semuanya karena khilaf, kami tidak mampu untuk menghabiskannya smua.
Kami pun pulang dalam keadaan kenyang dan mabuk kepayang.
Untuk kesana kami harus menyeberangi jembatan tol kapuas 1 yang menghubungkan Pontianak Kota dan Pontianak Timur. Jembatan ini merupakan jembatan kebanggaan masyarakat Pontianak, karena diatas sinilah kita bisa melihat betapa eloknya lekukan Sungai Kapuas. Ditambah lagi banyaknya cahaya lampu dan aktivitas masyarakat yang menjadikan pemandangan disini sangat menarik.
Baru saja memasuki Jalan Tanjung Raya 2, kami sudah disambut dengan pemandangan lapak buah durian. Disini terlihat banyak pedagang buah durian yang menghamparkan dagangannya dipinggiran jalan. Jarak antara pedagang yang satu ke pedagang yang lainnya pun tidak berjauhan, mereka saling berdekatan tanpa merasa khawatir akan kehilangan pelanggan.
Satu persatu lapak durian tersebut kami lewati. Meskipun saat itu sudah sangat malam, namun tak sedikitpun rasa kantuk terlukis diwajah pedagang tersebut. Malahan diwajahnya terlontarkan senyuman sekaligus harapan bahwa kedatangan kami membawakan rezeki untuk mereka.
Saya yakin betul, sebenarnya mereka terasa sangat lelah dan mengantuk. Namun dikarenakan demi tungku dapur yang harus selalu mengepul, mereka rela melakukan ini dengan senang hati. Saya berdoa semoga saja penghasilan yang didapatkan dari 'pejuang malam' ini bisa besar. Maklum saja, yang namanya pedagang itu bisa saja untung dan bisa saja rugi. Apalagi yang diperdagangkan adalah buah, sebuah produk yang cepat rusak.
Kami pun berhenti disalah satu lapak yang dibelakangnya berdiri kokoh bangunan ruko. Sisi kiri tempat tersebut terdapat sebuah kios yang memang digunakan untuk menjual buah. Beberapa orang terlihat sedang memilih, dan beberapa orang juga terlihat sedang menikmati buah durian.
"Ayok dek dipilih buahnye". Pedagang duriannya mempersilahkan kami
Dilapak sini ada beberapa tumpukan buah durian. Durian tersebut ditumpuk sesuai ukurannya masing-masing. Setiap tumpukan sudah diberi tulisan harga masing-masing. Untuk ukuran yang paling kecil harga yang dikenakan Rp. 5.000 perbuah. Selain ditumpuk, ada juga durian yang digantung. Untuk harga durian yang dogantung pastinya lebih mahal dibandingkan dengan yang ada dibawah. Yaitu dimulai dari Rp. 25.000 sampai 35.000 untuk perbuahnya.
Tanpa dipersilahkan lagi, kami sudah langsung memilih ditumpukan yang harganya paling rendah. Sebenarnya big boss sempat menyarankan untuk ketumpukan sebelah saja yang memiliki ukuran lebih besar. Namun dikarenakan karakter jiwa kami yang sudah murahan, eh maksudnya suka yang barang murah meriah, akhirnya kami memutuskan untuk membeli yang harga segitu saja.
Sambil memilih, kamipun sempat berbincang dengan penjual duriannya. Salah satu hal yang dibicarakan adalah mengenai asal durian ini. Dari situlah kami tahu ternyata durian tersebut didatangkan dari Sekadau, yang jaraknya kurang lebih 183 Km dari Kota Pontianak.
Pedagang buahnya juga berbaik hati, Ia membantu kami untuk memilih buah durian yang isinya bagus. Berbeda dengan malam sebelumnya (lapaknya beda), dimana kami hanya dibiarkan begitu saja untuk memilih buah durian (padahal yang beli hanya kami saja). Belum lagi kami harus membuka sendiri, menggunakan pisau iris bawang yang ketika ditusukkan malah menimbulkan rasa takut. Ia, takutnya jika pisaunya patah malah kami yang harus disuruh ganti.
"Wah, ini ada kepala botak didalamnye dek". Kata pedagangnya ketika saya menunjukkan sebuah durian.
"Maksudnye tuyul bang?" Tanya saya dengan polos. Dalam hati saya bergumam, seru juga bisa melihat tuyul didalam buah durian. Apalagi jika dibawa pulang, bisa disuruh untuk mencari uang yang banyak. Hehe.
Mendengar pertanyaan saya tersebut, penjual duriannya langsung tertawa. Ia lantas menunjukkan sebuah lubang dikulit durian yang tidak saya perhatikan sebelumnya. Dan kepala botak yang dimaksud adalah ulat yang berada didalamnya. Ulat tersebut memiliki tubuh yang cukup besar dengan kepala berwarna kecoklatan.
Pedagangnya lagi belah duren dimalam hari |
Tanpa menunggu lama, kami pun mulai mencicipi buah yang aduhai tersebut. Aromanya yang harum dan rasanya yang manis legit membuat penggemarnya akan selalu ketagihan. Tapi saya heran, kenapa masih saja ada orang yang membencinya. Apakah karena harganya yang murah dan boleh dibuka oleh siapa saja sehingga mereka memandangnya sebelah mata? Ah sudahlah, namanya juga kehidupan. Selalu ada dua sisi. Yang pastinya, berburu si manis saat tengah malam sungguh sangat menyerukan.
Merasa kurang puas dengan yang tadi, kami pun akhirnya menambah lagi. Malahan kali ini kami diberi gratis 1 oleh pedagangnya. Sungguh baiknya engkau nak, semoga Allah melipah rezeki padamu dan kami semua.
Durian yang kami rasa tak semuanya terasa manis. Kadang-kadang ada yang rasanya sedikit pahit. Tapi itu bukan karena menggunakan pemanis buatan, melainkan jenis duriannya yang beda. Hehe.
Hal yang saya suka dengan durian yang berukuran kecil adalah karena sering menemukan kucing tidur (tadi tuyul, sekarang kucing tidur). Namun bukan bearti kucing benaran, melainkan adalah dimana pada sisi durian tersebut hanya terdapat satu biji durian. Karena bentuknya seperti kucing yang sedang tidur makanya dinamakan demikian. Kucing tidur ini selalu menjadi rebutan, selain ukurannya yang lebih besar juga ada rasa kebanggan tersendiri.
Inilah Dia Kucnig Tidurnya |
Karena masih kurang puas, big boss kami pun menambah lagi sebanyak lima buah. Dan lagi-lagi kami diberi gratis 1 oleh pedagangnya. Jadi total durian yang dibuka saat itu berjumlah 17 buah. Saat itulah kami baru menyadari, ternyata kami hanyalah nafsu semata. Semuanya karena khilaf, kami tidak mampu untuk menghabiskannya smua.
Kami pun pulang dalam keadaan kenyang dan mabuk kepayang.
1 comments so far
keren bang
EmoticonEmoticon