Disebuah perkampungan, hiduplah seorang kakek yang sudah tua. Kakek tersebut sangatlah bijaksana dan disegani oleh masyarakat disekitarnya. Dalam keseharian, kehidupan kakek selalu berkutat dalam dunia pertanian. Bila musim tanam padi tiba, maka waktu kakek banyak dihabiskan untuk berladang. Namun bila musim tanam telah selesai, kakek biasanya pergi untuk melihat kebun.
Disaat musim buah tiba, Kakek lebih sering untuk mengunjungi kebunnya. Apalagi disaat musim buah durian tiba, Kakek biasanya menginap dikebun untuk menunggu durian jatuh. Bukan hanya kakek saja, masyarakat setempat yang memiliki pohon durian juga melakukan hal yang sama. Kebun yang tadinya sepi berubah menjadi kampung dadakan yang dipenuhi cahaya pelita ketika malam tiba.
Kebun kakek tidak hanya diisi oleh pohon durian saja, tetapi juga bermacam-macam pepohonan. Seperti pohon kelapa, pohon kopi, pohon langsat, pohon cempedak, pohon mangga, pohon pisang dan lain-lainnya. Banyaknya pohon buah-buahan tersebut tentu saja tidak terlepas dari kebiasaan kakek yang hobi bercocok tanam.
Ketika menunggu pohon durian, Kakek biasanya hanya ditemani oleh sang Nenek. Namun kali ini sedikit berbeda karena salah satu cucunya ikut menemani mereka. Hal ini tentu saja membuat kakek sangat bahagia, apalagi si cucu juga suka membantu kakek memungut durian.
Setelah makan pagi, diatas pondok sederhana yang beratapkan daun nipah, si kakek meceritakan dongeng kapada cucunya. Dari ekspresi si cucu, terlihat jelas bahwa dia sangat antusias mendengarkan cerita tersebut. Kadang-kadang si cucu tertawa, bergidik dan juga sering bertanya.
Disaat seru-serunya bercerita, terdengar suara durian yang sedang jatuh. Tanpa disuruh lagi, si cucu langsung berlari dan menuju ketempat suara tersebut. Betapa sangat senangnya sang cucu ketika menemukan durian yang berukuran besar. Ia pun lantas mengambilnya dan dan membawanya ke pondok.
"Wah besar sekali duriannya". Ucap pujian si kakek ketika melihat durian yang dibawa cucunya.
"Ia Kek". Timpal si cucunya yang terlihat sangat senang.
"Sekarang pakai jeketmu. Kita akan pergi kekebun diseberang sana". Kakek memerintahkan cucunya agar segera bergegas.
Tanpa banyak tanya, si cucu langsung mengambil jeketnya dan mengikuti langkah si kakek. Kurang lebih 20 menit perjalanan, akhirnya tibalah mereka ditempat tujuan. Kakek pun meletakkan cangkulnya beserta karung yang dibawanya.
Kebun yang satu ini berbeda jauh dengan kebun yang sebelumnya. Jika kebun sebelumnya banyak tanaman yang tumbuh disana, kali ini hanyalah pohon kelapa yang masih belum berbuah. Selain itu ada juga pohon pisang dan selebihnya hanyalah semak belukar. Sejatinya, kebun ini baru dibeli kakek sekitar lima tahun yang lalu.
Si kakek pun mengambil cangkul dan membuat bedengan bundar. Meskipun tidak sekuat dulu lagi, namun kakek tetap bersemangat. Setelah bedengan jadi barulah ia menyuruh si cucu untuk mengambilkan karung yang dibawa tadi.
"Kau bantu kakek menanamnya". Dengan tersenyum, kakek menujukkan beberapa bibit kepada cucunya.
Tanpa disuruh dua kali, si cucu sudah bergerak untuk menanam bibit tersebut. Betapa senangnya ia, bisa menanam pohon durian yang merupakan salah satu buah favorit. Ini merupakan liburan yang sangat menyenangkan baginya.
Setelah selesai menanam, si kakek mengajak cucunya untuk istirahat dibawah pohon kelapa.
"Kek". Tegur si cucu yang sedang memainkan ranting.
"Ia cucuku". Sahut kakek dengan senyuman yang selalu mengembang dibibirnya.
"Emangnya seberapa cepat pohon durian ini akan berbuah kek" Tanya si cucu yang saat itu penasaran.
"Cepat atau lambatnya itu tergantung jenis bibitnya. Bibit yang kita tanam ini pada umumnya akan berbuah setelah 15 tahun keatas". Jelas kakek kepada cucunya yang haus akan pengetahuan.
Mendengarkan penjelasan tersebut, si cucu merasa terkejut. 'Lama juga' pikir si cucu dalam hati. Ia pun kemudian bertanya lagi kepada si kakek.
"Kakek kan sudah tua. Tapi kenapa mau menanam pohon durian yang baru bisa dirasakan dalam waktu yang lama. Atau kenapa tidak menanam yang lain saja, seperti sayuran yang bisa cepat dipanen?" . Tanya si cucu dengan polosnya.
Mendengarkan pertanyaaan si cucu, si kakek langsung tertawa. Entah kalimat apa yang dinilainya merasa lucu. Kakek pun bergerak mendekati sang cucu, lalu duduk dan menepuk pelan bahu si cucu.
"Cucuku". Kata si kakek sambil memandang lamat-lamat wajah cucunya. "Mungkin pohon durian yang kita tanam barusan tadi tidak akan pernah kakek rasakan hasilnya. Namun kakek yakin, rasa nikmatnya buah durian tersebut akan dirasakan oleh anak cucu kakek kelak. Itu sudah memberikan kebahagiaan yang luar biasa pada kakek. Menanamlah sebanyaknya cucuku! Karena meskipun pohon yang ditanam mati, ia tidak akan meminta untuk dikafani". Jelas kakek dengan cukup panjang.
Si cucu selalu antusias ketika mendengarkan penjelasan si kakek. Apalagi kakek memang sangat jago dalam bercerita.
"Cucuku". Sekali lagi kakek memandang lamat-lamat wajah cucunya. " Pohon durian ini kakek tanam agar anak cucu kakek juga bisa merasakan bagaimana serunya menjaga pohon durian. Seperti yang kau rasakan saat ini, makan dan bermalam disebuah pondok yang sederhana. Selain itu, kakek tidak ingin jika suatu saat diantara kalian ada yang menjadi pencuri durian dikebun orang, hanya karena tidak memiliki pohon durian". Jelas kakek yang diakhiri dengan suara tawa.
Setelah bercerita cukup panjang, akhirnya si kakek dan cucunya pulang ke pondok durian mereka.
Setelah makan pagi, diatas pondok sederhana yang beratapkan daun nipah, si kakek meceritakan dongeng kapada cucunya. Dari ekspresi si cucu, terlihat jelas bahwa dia sangat antusias mendengarkan cerita tersebut. Kadang-kadang si cucu tertawa, bergidik dan juga sering bertanya.
Disaat seru-serunya bercerita, terdengar suara durian yang sedang jatuh. Tanpa disuruh lagi, si cucu langsung berlari dan menuju ketempat suara tersebut. Betapa sangat senangnya sang cucu ketika menemukan durian yang berukuran besar. Ia pun lantas mengambilnya dan dan membawanya ke pondok.
"Wah besar sekali duriannya". Ucap pujian si kakek ketika melihat durian yang dibawa cucunya.
"Ia Kek". Timpal si cucunya yang terlihat sangat senang.
"Sekarang pakai jeketmu. Kita akan pergi kekebun diseberang sana". Kakek memerintahkan cucunya agar segera bergegas.
Tanpa banyak tanya, si cucu langsung mengambil jeketnya dan mengikuti langkah si kakek. Kurang lebih 20 menit perjalanan, akhirnya tibalah mereka ditempat tujuan. Kakek pun meletakkan cangkulnya beserta karung yang dibawanya.
Kebun yang satu ini berbeda jauh dengan kebun yang sebelumnya. Jika kebun sebelumnya banyak tanaman yang tumbuh disana, kali ini hanyalah pohon kelapa yang masih belum berbuah. Selain itu ada juga pohon pisang dan selebihnya hanyalah semak belukar. Sejatinya, kebun ini baru dibeli kakek sekitar lima tahun yang lalu.
Si kakek pun mengambil cangkul dan membuat bedengan bundar. Meskipun tidak sekuat dulu lagi, namun kakek tetap bersemangat. Setelah bedengan jadi barulah ia menyuruh si cucu untuk mengambilkan karung yang dibawa tadi.
"Kau bantu kakek menanamnya". Dengan tersenyum, kakek menujukkan beberapa bibit kepada cucunya.
Tanpa disuruh dua kali, si cucu sudah bergerak untuk menanam bibit tersebut. Betapa senangnya ia, bisa menanam pohon durian yang merupakan salah satu buah favorit. Ini merupakan liburan yang sangat menyenangkan baginya.
Setelah selesai menanam, si kakek mengajak cucunya untuk istirahat dibawah pohon kelapa.
"Kek". Tegur si cucu yang sedang memainkan ranting.
"Ia cucuku". Sahut kakek dengan senyuman yang selalu mengembang dibibirnya.
"Emangnya seberapa cepat pohon durian ini akan berbuah kek" Tanya si cucu yang saat itu penasaran.
"Cepat atau lambatnya itu tergantung jenis bibitnya. Bibit yang kita tanam ini pada umumnya akan berbuah setelah 15 tahun keatas". Jelas kakek kepada cucunya yang haus akan pengetahuan.
Mendengarkan penjelasan tersebut, si cucu merasa terkejut. 'Lama juga' pikir si cucu dalam hati. Ia pun kemudian bertanya lagi kepada si kakek.
"Kakek kan sudah tua. Tapi kenapa mau menanam pohon durian yang baru bisa dirasakan dalam waktu yang lama. Atau kenapa tidak menanam yang lain saja, seperti sayuran yang bisa cepat dipanen?" . Tanya si cucu dengan polosnya.
Mendengarkan pertanyaaan si cucu, si kakek langsung tertawa. Entah kalimat apa yang dinilainya merasa lucu. Kakek pun bergerak mendekati sang cucu, lalu duduk dan menepuk pelan bahu si cucu.
"Cucuku". Kata si kakek sambil memandang lamat-lamat wajah cucunya. "Mungkin pohon durian yang kita tanam barusan tadi tidak akan pernah kakek rasakan hasilnya. Namun kakek yakin, rasa nikmatnya buah durian tersebut akan dirasakan oleh anak cucu kakek kelak. Itu sudah memberikan kebahagiaan yang luar biasa pada kakek. Menanamlah sebanyaknya cucuku! Karena meskipun pohon yang ditanam mati, ia tidak akan meminta untuk dikafani". Jelas kakek dengan cukup panjang.
Si cucu selalu antusias ketika mendengarkan penjelasan si kakek. Apalagi kakek memang sangat jago dalam bercerita.
"Cucuku". Sekali lagi kakek memandang lamat-lamat wajah cucunya. " Pohon durian ini kakek tanam agar anak cucu kakek juga bisa merasakan bagaimana serunya menjaga pohon durian. Seperti yang kau rasakan saat ini, makan dan bermalam disebuah pondok yang sederhana. Selain itu, kakek tidak ingin jika suatu saat diantara kalian ada yang menjadi pencuri durian dikebun orang, hanya karena tidak memiliki pohon durian". Jelas kakek yang diakhiri dengan suara tawa.
Setelah bercerita cukup panjang, akhirnya si kakek dan cucunya pulang ke pondok durian mereka.
EmoticonEmoticon