Masjid Agung Ketapang |
Setelah melakukan perjalanan panjang, akhirnya tiba juga di pusat Kota Ketapang. Jalanan terlihat ramai, dipenuhi oleh orang dan kendaraan yang sedang lalu lalang. Entah kemana tujuannya, yang pastinya mereka sangat antusias menyambut malam pergantian tahun.
Saya tersenyum simpul sambil memperhatikan jalanan sekitar. Bukan karena ada sesuatu yang aneh, melainkan merasa bangga saja karena bisa sampai disini. Mungkin untuk sebagian orang itu biasa saja, namun bagi penulis sendiri ini sangat luar biasa. Bagaimana tidak? Rencana untuk bertandang ke Ketapang hampir saja tinggal rencana. Ditambah lagi untuk sampai kesini butuh perjuangan. Yang biasanya jarak tempuh hanya perlu satu hari, sedangkan kami sampai 2 hari. Ya, itu semua karena faktor alam yang kurang mendukung.
Roda kendaraan terus berputar, menyusuri jalanan yang beraspal. Kota Ketapang dimalam tahun baru tidak ada ubahnya seperti di Kota Pontianak. Ramai dan dipenuhi oleh volume kendaraan. Sebagian besar adalah kaula muda yang menjadikan malam ini sebagai ajang berkumpul bersama teman. Sisanya adalah orang dewasa yang membawa keluarganya untuk menghirup segarnya angin malam. Meskipun sejatinya udara saat itu sudah tercemar oleh asap pembuangan dari kendaraan.
Motor menepi disebuah warung kopi, tidak jauh dari perempatan jalan tugu ale-ale. Setelah memarkirkan kendaraan, saya langsung menuju ke sebuah meja yang ada didalam ruangan dan menyandarkan punggung dikursi. Rasanya sungguh begitu legah. Otot-otot yang tadinya sudah berteriak minta diistirahatkan, sekarang sudah mulai santai. Tidak lama kemudian, datang pemilik warung menawarkan aneka minuman.
Kuseruput minuman yang ada diatas meja. Meskipun warung kopi yang kami singgahi ini tampilannya sederhana, namun tetap saja ramai didatangi oleh pengunjung. Bahkan anak-anak muda yang katanya lebih suka kafe yang kekinian juga banyak betengger disini. Pergi satu kelompok datang lagi sekelompok yang lainnya.
Saya memperhatikan jam ditangan. Sekarang telah menunjukkan pukul 23.20 WIB. Itu artinya tidak lama lagi awal tahun baru akan segera dimulai. "Belum mau berangkat kah?" Saya mencoba mengingatkan Yansah tentang keinginan kami mampir ke Pendopo Bupati Ketapang. Disitulah, katanya pesta rakyat digelar.
"Bentar lagi." Yansah menjawab singkat dan kembali sibuk dengan laptopnya.
Tidak lama kemudian, terdengar sayup-sayup suara sirene mobil dari kejauhan. Lambat laun, suara itu membesar dan mendekat kearah kami. Persis didepan warung kopi, terlihat sebuh mobil patroli polisi lewat sambil mengawali mobil orang penting. Saya rasa itu adalah orang nomor satu di Kabupaten Ketapang yang sebentar lagi akan ikut serta dalam pergantian tahun baru. Enak juga ya jadi seorang pejabat, kemana-mana keamanannya dijaga.
Motor bergegas menuju pendopo gubernur. Diatas kendaraan roda dua yang terus berputar, kuperhatikan kerlap-kerlip bintang diangkasa. Syukurlah malam ini cuacanya lebih bersahabat. Hei, tapi tunggu. Sekarang langit lebih ramai oleh cahaya. Sekarang semua sudut kota langit Ketapang sudah dipenuhi oleh bunga kembang api. Sungguh, saya sedikit merasa kecewa karena harus menyaksikannnya didalam perjalanan. Dan ingin rasanya segera menyikut Yansah yang sedang membawa kendaraan.
Kami terdampar disebuah lapangan yang luas, tepatnya dihalaman masjid. Ada yang sedikit aneh dari bangunan megah tersebut, perlahan-lahan warna menaranya berubah. Merah kuning hijau biru ungu yang semuanya dihasilkan dari pancaran cahaya lampu. Seketika saya menjadi kagum dan mulai melupakan rasa kekecewaan sebelumnya. Mungkin ini yang dinamakan, bahwa tencana Tuhan itu lebih indah.
Roda kendaraan terus berputar, menyusuri jalanan yang beraspal. Kota Ketapang dimalam tahun baru tidak ada ubahnya seperti di Kota Pontianak. Ramai dan dipenuhi oleh volume kendaraan. Sebagian besar adalah kaula muda yang menjadikan malam ini sebagai ajang berkumpul bersama teman. Sisanya adalah orang dewasa yang membawa keluarganya untuk menghirup segarnya angin malam. Meskipun sejatinya udara saat itu sudah tercemar oleh asap pembuangan dari kendaraan.
Motor menepi disebuah warung kopi, tidak jauh dari perempatan jalan tugu ale-ale. Setelah memarkirkan kendaraan, saya langsung menuju ke sebuah meja yang ada didalam ruangan dan menyandarkan punggung dikursi. Rasanya sungguh begitu legah. Otot-otot yang tadinya sudah berteriak minta diistirahatkan, sekarang sudah mulai santai. Tidak lama kemudian, datang pemilik warung menawarkan aneka minuman.
Kuseruput minuman yang ada diatas meja. Meskipun warung kopi yang kami singgahi ini tampilannya sederhana, namun tetap saja ramai didatangi oleh pengunjung. Bahkan anak-anak muda yang katanya lebih suka kafe yang kekinian juga banyak betengger disini. Pergi satu kelompok datang lagi sekelompok yang lainnya.
Saya memperhatikan jam ditangan. Sekarang telah menunjukkan pukul 23.20 WIB. Itu artinya tidak lama lagi awal tahun baru akan segera dimulai. "Belum mau berangkat kah?" Saya mencoba mengingatkan Yansah tentang keinginan kami mampir ke Pendopo Bupati Ketapang. Disitulah, katanya pesta rakyat digelar.
"Bentar lagi." Yansah menjawab singkat dan kembali sibuk dengan laptopnya.
Tidak lama kemudian, terdengar sayup-sayup suara sirene mobil dari kejauhan. Lambat laun, suara itu membesar dan mendekat kearah kami. Persis didepan warung kopi, terlihat sebuh mobil patroli polisi lewat sambil mengawali mobil orang penting. Saya rasa itu adalah orang nomor satu di Kabupaten Ketapang yang sebentar lagi akan ikut serta dalam pergantian tahun baru. Enak juga ya jadi seorang pejabat, kemana-mana keamanannya dijaga.
Motor bergegas menuju pendopo gubernur. Diatas kendaraan roda dua yang terus berputar, kuperhatikan kerlap-kerlip bintang diangkasa. Syukurlah malam ini cuacanya lebih bersahabat. Hei, tapi tunggu. Sekarang langit lebih ramai oleh cahaya. Sekarang semua sudut kota langit Ketapang sudah dipenuhi oleh bunga kembang api. Sungguh, saya sedikit merasa kecewa karena harus menyaksikannnya didalam perjalanan. Dan ingin rasanya segera menyikut Yansah yang sedang membawa kendaraan.
Kami terdampar disebuah lapangan yang luas, tepatnya dihalaman masjid. Ada yang sedikit aneh dari bangunan megah tersebut, perlahan-lahan warna menaranya berubah. Merah kuning hijau biru ungu yang semuanya dihasilkan dari pancaran cahaya lampu. Seketika saya menjadi kagum dan mulai melupakan rasa kekecewaan sebelumnya. Mungkin ini yang dinamakan, bahwa tencana Tuhan itu lebih indah.
Masjid Agung Ketapang di Malam Hari |
Bagaimana dengan kabar kembang api? Ah, itu sudah tidak diperdulikan. Biarlah ia tetap bersahut-sahutan, menggelegar diatas langit Ketapang. Memberikan rasa kesenangan setiap mata yang memandangnya. Sekarang kami lebih fokus ke yang lain, berfoto didepan Masjid Agung Ketapang yang lebih mempesona. Entah sudah berapa banyak jepretan yang kami lakukan. Mungkin orang lain akan melihat kami aneh, ketika orang lain sibuk mengabadikan momen kembang api malahan kami mengabaikannya.
Suara letusan perlahan mulai raib. Hanya menyisakan satu cahaya kembang api yang terlihat disudut kota. Tidak lama kumudian hening, menyisakan suara kendaraan dan ributnya orang.
"Mau pergi ke pendopo gubernuh kah?" Yansah bertanya setelah memarkirkan kendaraan.
Saya mengangguk, menandakan kalau setuju. Meskipun sebenarnya sudah malas untuk kesana. Ingin rasanya segera rebahan langsung di masjid.
Jarak dari Masjid Agung Al-iklas Ketapang ke Pendopo Bupati tidak begitu jauh. Letaknya berada diseberang jalan dan hanya berjalan kaki sudah sampai. Diantara ramainya massa, kami memanglah manusia yang paling aneh. Ketika acara sudah selesai dan orang pada berdesakan pulang, kami baru datang. Ditambah lagi tas ransel yang berada dipunggung membuat kami terlihat seperti orang yang jauh. Tapi sayang, wajah kami tidak ada mirip-miripnya seperti bule.
Halaman pendopo terlihat mulai sepi. Musik yang ada diatas panggung pun telah lama berhenti. Disisi kiri berbaris stand-stand pameran yang menampilkan berbagai produk makanan dan kerajinan khas Ketapang. Tidak lama kemudian datang rombongan pejabat untuk melihat, memegang kemudian pergi.
Setibanya kembali di masjid, rasa kagum akan padanya belum luntur begitu saja. Kutatap kembali empat menara tersebut yang setiap lima detik berganti warna (kurang lebih waktunya segitu). Merasa belum puas, kuambil lagi gambar melalui kamera ponsel.
Masjid Agung Al-Ikhlas terletak di dijalan H. Agus Salim, Kecamatan Delta Pawan. Lokasinya yang strategis, membuat tempatnya mudah dijangkau dari berbagai arah. Bangunan yang berdiri megah ini sebagian besar didominasi oleh warna hijau dan putih. Didepannya terdapat tangga utama yang langsung menuju ke lantai dua.
Kami tidak langsung masuk kedalam ruangan masjid. Tetapi bersantai dulu dipelataran lantai satu. Kusandarkan tulang punggung kedinding, berharap rasa pegal karena menggendong tas lekas pergi. Lorong teras saat itu terlihat sepi, hanya menyisakan kami dan 1 orang pria yang berumur 30-an.
Kumainkan layar ponsel, sambil membaca kembali status di whats up yang telah dibuat. Berharap bahwa kata-katanya tidak berlebihan apalagi lebai. Sekalian juga mengecek, siapa-siapa saja yang telah mengintipnya. Jangan mengatakan saya norak, kurasa anda juga pernah melakukan hal yang sama. Iya kan? Sudahlah, ngaku saja. Tidak perlu jaim-jaim-an.
Sebenarnya tidak ada yang spesial dari status yang telah dibuat. Hanya berupa ucapan terimakasih kepada Allah karena waktu yang telah diberikan sekaligus doa semoga selanjutnya bisa lebih baik. Sungguh sederhana dan tak ada kata-kata puitisnya. Anda yang membacanya pun cukup sekali napas saja.
"Assalamu'alaikum." Seorang bapak-bapak datang menghampiri kami dan mengalihkan tatapanku dari layar handphone. Dibadannya terbalut baju gamis panjang berwarna putih dan berpeci-kan warna putih juga.
"Waalaikumsalam." Jawab kami yang hampir serempak, hanya berbeda se per sekian detik.
Perbincangan pun terjadi meskipun tidak terlalu lama. Saya jelaskan dari mana rimbanya kami datang dan apa maksud tujuan. Beliau hanya mengangguk mafhum dan malah langsung mempersilahkan kami untuk segera naik kelantai dua saja. Bukan apa? Kalau disini katanya banyak nyamuk. Lagian pun diatas tuturnya banyak jamaah yang sedang melakukan itikaf.
Sebelum kami pergi beranjak, bapak tersebut lebih dulu menahan kami. Tidak lama kemudian beliau keluar dari sebuah ruangan dan memberikan dua bungkusan kertas yang berikatkan karet. Jangan lagi ditanya itu apa? Pastinya itu adalah makanan yang siap menopang punggung kami malam ini. Ucapan terimakasih pun tak luput diuntaikan. Kepada Sang Maha Pemberi dan si bapak. Memang betul, rezeki datang dari arah yang tak disangka-sangka. Alhamdulillah...
Kami pun segera menaiki tangga yang ada didalam bangunan. Semakin tinggi anak tangga yang dinaiki, semakin tampak pula kemegahan didalam masjid. Lampu-lampu yang menghiasi dindingnya membuat sekitar ruangan terlihat sangat indah. Ditambah lagi pilar-pilarnya yang besar membuat ia terlihat begitu kokoh.
Saya berusaha mengkondisikan diri. Ada sesuatu hal yang lebih penting untuk dikerjekan terlebih dahulu. Baru kemudian kembali curi-curi pandang melihat sekeliling.
Kuperhatikan ulang bangunan sekitar yang terlihat begitu modern. Berbeda dengan yang diluar, warna yang ada didalam ruangan lebih dominan oleh warna putih dan kuning keemasan. Mungkin itulah yang membuatnya terkesan mewah. Dibagian tengah, terdapat lengkungan kubah yang besar dengan motif yang bergaya Melayu. Disitu jugalah bergantung lampu hias yang begitu apik. Tampak dimata, bangunan Masjid Agung Al-Ikhlas Ketapang adalah perpaduan dari nuansa Timur Tengah dan Melayu. Sungguh mengagumkan.
Saya pun tertidur. Terimakasih atas tempat persinggahannya dan keramahtamahan pengurusnya.
EmoticonEmoticon